5 Isu Genting Ini Tak Disinggung Gibran-Cak Imin-Mahfud

Jakarta, CNBC Indonesia – Debat calon wakil presiden (cawapres) berjalan panas. Namun, debat justru luput membahas sejumlah isu genting dalam perekonomian Indonesia seperti dana desa, inflasi, subsidi BBM, hingga stabilitas rupiah.

Debat kedua yang menghadirkan tiga cawapres digelar pada Jumat (22/12/2023) dengan mengusung tema ekonomi. Cakupannya adalah ekonomi kerakyatan dan ekonomi digital, keuangan, investasi, pajak, perdagangan, pengelolaan APBN-APBD, infrastruktur, dan perkotaan.

Dalam debat semalam, tiga cawapres yakni Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, Gibran Rakabuming Raka, dan Mahfud MD saling beradu argumen membahas sejumlah persoalan ekonomi. Di antaranya adalah terkait pemindahan ibu kota baru, infrastruktur, perkotaan, jeratan pinjaman online, pajak, pertumbuhan ekonomi, hingga ekonomi digital.

Baca: Warganet: Cak Imin Slepet, Gibran Paling IKN, Mahfud Normatif

Namun, ada sejumlah topik ekonomi yang kini menjadi tantangan besar Indonesia dan seharusnya bisa dibahas. Di antaranya adalah pengendalian inflasi, pengelolaan dana desa, stabilitas rupiah, subsidi BBM, hingga stabilitas rupiah. Di antaranya adalah:

1. Inflasi
Persoalan inflasi hanya disinggung sedikit oleh Gibran saat menyebut visi dan misinya.
“(Menciptakan) pertumbuhan ekonomi yang berkualitas didukung dengan penurunan angka pengangguran, angka kemiskinan, penurunan angka gini rasio, dana angka inflasi yang terkendali,” ujar Gibran dalam debat.

Seperti diketahui, inflasi menjadi momok besar hampir semua negara dalam setahun terakhir, tak terkecuali Indonesia.

Lonjakan harga pangan dan energi bahkan membuat inflasi Indonesia melambung ke 5,51% pada 2022, level tertingginya sejak 2014 atau tujuh tahun terakhir.
https://datawrapper.dwcdn.net/5GsiH/2/
Inflasi kerap disebut sebagai “hantu” ekonomi karena sangat menghantui banyak orang, terutama masyarakat miskin.
Inflasi bisa menggerus pendapatan dan daya beli masyarakat Indonesia. Karena itulah, penanganan inflasi menjadi salah satu pekerjaan rumah siapapun presiden Indonesia mendatang.

Inflasi, terutama harga pangan, merupakan kunci agar daya beli masyarakat tetap terjaga. Kenaikan pendapatan bisa percuma jika inflasi tidak bisa dikendalikan.
Sebagai catatan, 75% pengeluaran masyarakat miskin lari ke bahan pangan sehingga pergerakan harga beras dan lain-lain akan langsung berdampak kepada kemampuan masyarakat miskin. Lonjakan inflasi juga bisa membuat kelompok rentan miskin gampang jatuh ke jurang kemiskinan jika inflasi tidak dikendalikan.

2. Subsidi BBM
Subsidi BBM menjadi beban besar bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia selama bertahun-tahun. Subsidi BBM Indonesia tetap bengkak dan bisa menjadi “bom waktu’ setiap saat.

Sepanjang 11 tahun terakhir (2012-2022), hanya empat kali realisasi BBM di bawah alokasi yang ditetapkan yakni pada tahun 2010, 2014, 2015, dan 2019. Pada periode tersebut, asumsi makro untuk ICP jauh di bawah yang ditetapkan.
https://datawrapper.dwcdn.net/eYuqK/6/

Dalam catatan pemerintah, realisasi subsidi BBM dan Liquified Petroleum Gas (LPG) 3 Kg pada periode 2011-2022 mencapai Rp 1.535,83 triliun, lebih tinggi daripada alokasinya sebesar yang ditetapkan yakni Rp 1.131,6 triliun.

Pembengkakan luar biasa juga terjadi pada tahun lalu di mana realisasi subsidi BBM dan kompensasinya menembus Rp 422,8 triliun. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan alokasinya yang hanya Rp 149,4 triliun serta setara dengan 13,6% dari total belanja negara 2022.

Subsidi BBM kemungkinan besar masih bisa dibahas pada debat kelima saat topik energi menjadi fokus utama.

3. Dana Desa dan Inefisiensi APBD
Kendati debat mengangkat tema pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tetapi tidak ada pembahasan mengenai dana desa atau pengelolaan APBD agar efisien.

Dana desa dialokasikan pertama kali pada tahun 2015 sebesar Rp20,77 triliun kemudian terus mengalami peningkatan hingga mencapai Rp70 triliun pada 2023.

Rata-rata dana desa yang diterima meningkat dari Rp931,4 juta per desa pada 2019 menjadi Rp933,9 juta per desa pada 2023. Jumlah desa yang menerima dana desa juga meningkat yaitu dari 74.953 desa pada 2019 menjadi sebanyak 74.954 desa pada 2023.
https://datawrapper.dwcdn.net/C583u/6/

Kendati di satu sisi memberi dampak positif ke desa tetapi dana desa juga menjadi ladang korupsi baru bagi perangkat desa. Penyaluran dan laporan dana desa yang kurang transparan menjadi salah satu hambatan besar dalam pengelolaan dana desa.

Sementara itu, realisasi APBD kerap menjadi persoalan karena lebih banyak digunakan untuk belanja pegawai. Sementara itu, belanja modal justrtu minim.
Banyaknya kepala daerah yang terlibat korupsi juga menjadi persoalan tersendiri.

Laporan Indonesia Corruption Watch pada 2022 menyebut perangkat desa menjadi salah satu pelaku terbesar korupsi.
https://datawrapper.dwcdn.net/Lk48q/2/

4. Stabilitas rupiah
Ketiga cawapres sama sekali tidak membahas mengenai isu stabilitas nilai tukar rupiah. Stabilitas nilai tukar memang lebih bertumpu pada kebijakan moneter yang diampu Bank Indonesia.

Namun, presiden sebenarnya memiliki wewenang dalam ikut mnejaga stabilitas rupiah. Salah satunya adalah dengan mengeluarkan regulasi yang mampu mendatangkan pasokan dolar atau terkait Devisa Hasil Ekspor (DHE).
Pasokan dolar kerap menjadi persoalan besar ketika ada gejolak ekonomi eksternal seperti setahun terakhir.
Di tengah berkah komoditas, Indonesia juga tidak menikmati guyuran DHE karena lebih banyak diparkir di luar negeri.

Pemerintah memang merevisi aturann DHE agar dolar ekspor bisa balik ke tanah air setidaknya selama tiga bulan. Namun, Indonesia bisa meniru banyak negara lai yang sudah berani memaksa dolar pulang kampung lebih lama, seperti Vietnam.
https://datawrapper.dwcdn.net/y0yJG/2/

5. Manufaktur

Isu di sektor manufaktur juga banyak luput dari debat cawapres. Padahal, perbaikan sektor manufaktur adalah syarat wajib bagi negara manapun yang ingin keluar dari jebakan kelas menengah dan naik kelas menjadi negara maju.
Hilirisasi menjadi satu-satunya sektor manufaktur yang dibahas. Isu penting dalam manufaktur seperti keberlanjutan sektor padat karya dan kemampuan Indonesia menguasai industri strategis baja dan petrokimia tidak dibahas.

Debat bahkan tidak membahas mengenai terpuruknya industri tekstil yang sudah menjadi isu nasional dalam setahun terakhir.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*