Beberapa tahun lalu, video-video penyiksaan monyet mulai muncul di YouTube. Alih-alih dihapus, berbagai rekaman video tersebut menyebar tak terkendali. Orang-orang di sejumlah negara Barat memesan video penyiksaan nan keji di luar nalar kepada para pembuat konten di Indonesia. Dari belahan Bumi yang berbeda, kisah mereka saling berkelindan.
Kapetanich yang saat itu berusia 55 tahun adalah mantan penari erotis berkulit kecoklatan, bola mata hijau, dan rambut hitam bergelombang membingkai wajahnya yang keras.
Di titik itu, ia telah lama berhenti menari dan beralih menawarkan tontonan langsung dengan webcam dari kamar tidurnya — sebuah pekerjaan melelahkan meladeni pria-pria yang punya terlalu banyak waktu luang namun kantong kempes.
Hidup cukup meletihkan bagi Kapetanich. Salah satu cara dia melepas kepenatan setelah sesi webcam-nya adalah dengan menonton klip-klip hewan lucu di YouTube.
“Perlakuan mereka kepada monyet-monyet ini tak berperasaan, sangat kejam,” kata Lucy Kapetanich.
Lambat laun, halaman utamanya penuh dengan rekomendasi video soal monyet dari Indonesia dan Kamboja. Namun monyet-monyet ini tak berada di kebun binatang — mereka didandani dengan baju bayi, beberapa mengenakan popok sekali pakai.
Sekarang setiap kali Kapetanich membuka YouTube, video monyet muncul berlimpah.
“Cuma butuh satu kali klik, dan bam, semuanya ada di beranda,” ujarnya.
Algoritma kemudian menyarankannya beragam video bayi monyet dalam keadaan tertekan dan diselamatkan dari situasi berbahaya yang seperti dibuat-buat: monyet terperangkap di bawah reruntuhan, monyet dibuang dengan plastik sampah, monyet yang separuh badannya terkubur di bawah tanah.
Tak butuh waktu lama, sebuah video penyiksaan monyet muncul di berandanya.
Pada Mei 2022, di sebuah restoran Meksiko di Los Angeles, Lucy Kapetanich bertemu dengan dua orang agen FBI.
Tiga bulan sebelumnya, dia melakukan pencarian di Google: ‘Cara melaporkan tindak kriminal ke FBI’. Di situs pelaporan online milik FBI, dia mulai mengetik.
“Saya mau melaporkan adanya video-video kekerasan terhadap hewan yang beredar di YouTube.” Lalu dia menambahkan beberapa detail dan mengklik tombol kirim.
Tiga bulan berlalu, tak ada yang terjadi. Kapetanich mencoba lagi.
“Saya sudah pernah melapor sebelumnya,” dia mengetik di dalam kotak kecil di layar. “Komunitas pembenci monyet semakin besar sekarang.”
Kali ini dia menuliskan sejumlah nama. Dalam waktu sepekan, teleponnya berdering, dan seorang agen FBI dari kantor di Los Angeles berkata dia dan rekannya akan menemui Kapetanich. Begitulah Kapetanich dan dua agen FBI, bisa bertemu di restoran Meksiko tersebut.
Para agen FBI itu mendengarkan keterangan Kapetanich dengan takjub, mencatat secepat yang mereka bisa. Namun, mereka mewanti-wanti, kasus semacam ini begitu baru untuk mereka dan mungkin butuh waktu untuk memecahkannya.
Lebih dari setahun yang lalu, BBC juga melihat kemunculan video-video penyiksaan monyet ini, dan memutuskan memulai investigasi. Para pembuatnya tampak berasal dari Indonesia.
Komentar-komentar di bawah video-video itu kebanyakan menggunakan bahasa Inggris. Bukannya menunjukkan perasaan marah atau jijik, mereka justru seperti mendapat kepuasan saat menonton monyet — secara spesifik, bayi monyet ekor panjang — disakiti.
Investigasi panjang BBC ini mempertemukan kami dengan Lucy Kapetanich, membawa kami pergi ke beberapa kota di Indonesia dan di Amerika Serikat, serta masuk ke lubang hitam yang kedalamannya tak kami sangka-sangka sebelumnya.
Penyiksaan-penyiksaan terburuk dari semua video itu terlalu mengerikan untuk dijelaskan secara detail dalam laporan ini. Namun dalam upayanya untuk membongkar komunitas ini, Lucy Kapetanich menonton semuanya.
Begitupun Dave Gooptar.
Gooptar tinggal sekitar 6.000 kilometer dari Los Angeles, tepatnya di Port of Spain yang terletak di Trinidad, Kepulauan Karibia. Bekerja sebagai tukang ketik transkripsi lepas, Gooptar menghabiskan banyak waktu luangnya di YouTube guna menonton video dan mengunggah review film horor ke kanal pribadinya yang bernama ‘Yardfish’.
Video lucu bayi capuchin di sebuah ladang di Afrika Selatan membuka perjalanannya masuk ke dunia ini. Seperti Lucy, algoritma YouTube bekerja dengan cara yang sama padanya.
Ketika Kapetanich baru menonton video monyet pertamanya di LA, Gooptar sudah menemukan berbagai versi penyiksaan ringan terhadap monyet di YouTube dan bertekad melakukan sesuatu.
“Saya ingin menyeret orang-orang ini ke permukaan,” kata dia.
Gooptar menghabiskan empat bulan untuk membuat video panjang yang mengungkap seluk-beluk dunia gelap ini. Video berjudul: “The YouTube Monkey Torture Ring: Part 1” itu dipublikasikan ke kanalnya pada 14 Agustus 2021.
Aksi Gooptar ini tak menjaring terlalu banyak penonton. Tapi salah satu penontonnya adalah Lucy Kapetanich, yang di saat bersamaan telah membuat kanal YouTube-nya sendiri bernama ‘Mad Monkey Mayhem’.
Kapetanich mengirimkan pesan kepada Gooptar. Keduanya lantas membentuk semacam aliansi — saling berbagi informasi, bukti-bukti, juga dukungan emosional melalui surel.
Mereka mulai melihat orang-orang yang sama muncul di kolom komentar. Sebuah komunitas menyimpang sedang terbentuk di depan mata mereka.
Kapetanich teringat akan satu monyet yang dilihatnya lagi dan lagi dalam sejumlah video penyiksaan. Seekor bayi monyet betina.
Dia merunut komentar-komentar lama dari basis data yang telah dikumpulkan Gooptarhttps://horeoraduwe.com/. Semua orang sepertinya tahu nama bayi monyet itu.
Gooptar juga tahu identitas bayi monyet itu, katanya kepada Kapetanic